Kebakaran Hutan Di Riau
Kebakaran hutan/ lahan terjadi hampir setiap tahun di Indonesia. Ketika memasuki musim kemarau seperti saat ini kebakaran hutan/lahan perkebunan terjadi di banyak tempat. Kebakaran hutan yang terjadi baik di Indonesia maupun di berbagai negara merupakan ” tragedy of common”. Siapapun atas alasan apapun penyebab kebakaran hutan, masyarakat telah menjadi korban dari kebakaran hutan itu sendiri. Selain menganggu aktivitas masyarakat sehari-hari, asap yang ditimbulkan dari kebakaran hutan itu juga menimbulkan berbagai penyakit saluran pernafasan.
Penyebab kebakaran hutan selain kemarau yaitu karena kecerobohan manusia. Seperti yang terjadi saat ini terjadi di Riau dan Kalimantan. Sejarah mencatat, karhutla hebat pernah terjadi di Riau dan Kalimantan pada tahun 1997 silam. Efek kebakaran hutan dan lahan yang terjadi akhir-akhir ini juga cukup mengkhawatirkan. Asap yang ditimbulkan sudah amat meluas mulai dari Sumatera, Malaysia, hingga ke Australia.
Pemerintah Orde Baru menyatakan bahwa pembangunan perkebunan kelapa sawit adalah target utama masa depan. Maka sejak 1995 pihak industri memakai cara tebang dan bakar untuk mengkonversi lahan menjadi perkebunan. Merespon kondisi ini, Menko Polhukam Wiranto mengungkapkan, pemerintah sudah melakukan semua upaya penanggulangan kebakaran hutan dan lahan. Karena musim kering, perlu investarisasi terkait kekurangan di lapangan. Pemerintah bergerak cepat mengatasi masalah kebakaran hutan ini. Kondisi darurat akan ditangani secara sistematis dan dengan dukungan yang memadai.
Data BNPB, pada 14 September 2019, karhutla tersebar di tujuh provinsi yakni, Riau, Jambi, Sumatera Selatan, Kalimantan Barat, Kalimantan Tengah, Kalimantan Selatan dan Papua dengan titik panas adalah 4.012. Kondisi ini terlihat kalau dalam pertemuan koordinasi karhutla di pusat, tidak pernah hadir. Dia bilang, penyebab karhutla 99% karena ulah manusia.
Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK) Siti Nurbaya Bakar menegur 55 perusahaan pemilik hak dan pengelolaan lahan. Meski memberikan teguran, pemerintah belum bisa memastikan apakah seluruh 55 perusahaan tersebut melakukan kelalaian atau tidak. Siti sendiri melihat ada perusahaan yang memiliki respons baik dengan melakukan pemadaman api secara masif. Namun sayangnya, pemerintah masih mendeteksi adanya perusahaan yang lahannya secara berulang mengalami kebakaran.