Perubahan Iklim Dunia
Tahun 2019 menjadi deretan tahun yang mengalami perubahan iklim yang paling mengerikan. Sekertaris Jendral PBB Antonio Gutterres mengatakan saat ini dunia semakin memiliki kesenjangan terkait perubahan iklim. Laporan menunjukkan pada tahun 2018, karbondioksida global adalah 407,8 bagian per juta ( ppm ), 2,2 pm lebih tinggi dari 2017 dan ditetapkan untuk mencapai atau melebihi 410 ppm pada 2019.
Laporan PBB pun menemukan bahwa gelombang panas adalah bahaya cuaca paling mematikan pada periode 2015-2019, yang mempengaruhi semua benua dan membuat rekor suhu nasional baru. Musim panas 2019, termasuk bulan terpanas yang pernah tercatat. Pada bulan Juli lalu terjadi kebakaran hutan yang belum pernah terjadi sebelumnya di Kutub Utara.
Dalam Perjanjian Paris tahun 2015, banyak negara sepakat jangka panjang untuk menjaga kenaikan suhu global jauh dibawah dua derajat Celsius sebagai upaya untuk mengurangi perubahan iklim.
Bahkan, laporan terbaru PBB tahun 2019 mengungkapkan, satu dari 8 juta spesies tanaman dan hewan beresiko punah jika dunia tidak gencar berbuat sesuatu.
Penelitian menunjukkan bahwa perubahan iklim meningkatkan frekuensi dan cuaca ekstrem, menyebabkan hujan lebih atau badai atau gelombang panas yang dapat menganggu tanaman atau mengubah musim tanam.
Dalam sebuah pidato menjelang pidato Komisaris Tinggi , seorang Perwakilan PBB dari Bahamas mengatakan darurat iklim ini mendorong peningkatan kelaparan global. Mengutip statistik WHO, Bachelet mengatakan perubahan iklim akan menyebabkan tambahan jumlah angka kematian menjadi sekitar 250 ribu setiap tahun, antara 2030 dan 2050, akibat kekurangan gizi, malaria, dan penyakit lainnya.
Makanan akan menjadi langka, harganya akan melonjak mahal dan tanaman akan kehilangan nutrisi akibat perubahan iklim.
Sebagai organisasi global berskala internasional, Greenpeace memusatkan perhatian kepada perubahan iklim global dan meningkatkan kesadaran publik tentang masalah yang sedang berlangsung. Greenpeace SEA juga berusaha mengupayakan kebijakan penggunan energi di Asia Tenggara di masa depan yaitu beranjak dari ketergantungan penggunaan bahan bakar fosil ke arah sumber-sumber energi yang terbarukan, bersih dan berkelanjutan.